![]() |
gambar pribadi blog ini |
Akhir tahun yang ditunggu telah tiba. Perkuliahan mendapati liburnya. Para mahasiswa yang jauh dari kampung halamannya tidak sabar untuk kembali. Menghabiskan malam natal bersama keluarga dan sahabat di dalam rumah yang terasa hangat.
Kevin yang merupakan mahasiswa tahun ketiga, tidak lupa menelepon keluarga dan mengabari bahwa dia akan kembali pulang, akibat perkuliahan juga sudah di liburkan. Tidak ingin menghabiskan waktu lama disana, Kevin lalu mengucapkan salam perpisahan untuk sahabatnya. Roy, yang merupakan teman sekamar dan sekaligus sahabatnya disana.
Dengan perjalanan yang cukup melelahkan, Kevin akhirnya tiba. Membaca sebuah tas ransel cokelat kulit dan sebuah plastik besar yang berisi oleh oleh. Suasana rumah yang begitu hangat langsung menyambut Kevin dari luar rumah.
"Bagaimana perjalananmu nak? kamu sudah lelah, sini ibu bantu bawain tas nya", ucap wanita yang adalah ibu dari kevin.
"Iya mas, sini Ayu juga bawain oleh-oleh mas Kevin ya", seorang tersenyum aneh mendekat kepada Kevin dan menyambar bungkusan plastik besar ditangannya.
"Kamu tau aja kalau itu oleh-oleh ya Yu, memang kalau oleh-oleh kamu nomor satunya", ucap Kevin tersenyum kepada adiknya.
Setelah beberapa hari disana, Kevin mendatangi Warung Kopi ayahnya, dan meminta untuk bekerja disana selama liburan ini. Kevin kemudian membereskan meja dan kursi yang sudah tidak pada tempatnya. Disaat itu, Kevin bertemu dengan Gadis yang terlihat kesusahan dengan laptopnya. Dengan berani, Kevin menanyakan apakah dia butuh bantuan. Tetapi gadis itu menolak dengan halus, dan kembali berusaha untuk menyelesaikan tugasnya.
Kevin membersihkan meja lainnya, dan sampai pada di posisi pada belakang meja gadis itu. Kevin tampak memperhatikan masalah yang sedang dialami si gadis. Dengan senyum tipis, Kevin berjalan mendekat dan menghampiri gadis itu. 3 menit berlalu diikuti masalah gadis itu.
Gadis itu kemudian berterima kasih kepada Kevin, tak lupa juga memperkenalkan namanya. Grace. Nama yang indah, ucap Kevin, dan membalas dengan memberitahukan namanya.
Pertemuan mereka semakin baik, hampir setiap hari Grace berkunjung ke Warung Kopi Kevin untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Disuatu sore yang dingin, Kevin dan Grace duduk di beranda luar toko. Kevin tampak sangat terkejut melihat Grace mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jacketnya. Grace menawarkannya kepada kevin, namun Kevin menolak dengan lembut.
"Kamu terkejut ya? Bagaimana gadis sepertiku merokok seperti tidak punya masa depan", Grace berpaling dan menyalakan kembali rokok ditangannya. "Tapi yang lebih terkejut adalah aku. Bagaimana aku bisa bicara lagi dengan orang lain, apalagi berbicara dengan seorang pria sepertimu". Ucapan itu menggambarkan kesedihan Grace, raut wajahnya pun berubah. Seperti mengingat kejadian dimasa lalu, sedih dan takut. Dia kembali merokok, mungkin untuk menghilangkan perasaannya itu.
Cahaya matahari yang sudah meredup di telan awan, membuat suasana menjadi lebih dingin. Grace menatap langit yang seperti sedang bersedih itu. "Pernahkan kamu merasa seperti sedang .... menunggu?", tanya Grace sambil menghembuskan asap rokok.
"Me..menunggu... seperti apa?", jawab Kevin dengan sedikit bingung.
"Aku tidak tahu, sesuatu. Apapun itu."
Seketika keadaan begitu tenang. Kevin dan Grace seolah-olah berada dalam ruang dunianya masing-masing, dengan memikirkan perkataan Grace tadi, Kevin berusaha memahami arti perkataan itu.
"Aku pernah berpikir untuk mengakhiri hidupku setahun lalu.", tiba-tiba Grace berucap. Pernyataan itu sontak saja membuat Kevin merasa tersedak.
"Ayah dan ibuku telah lama berpisah. Ibuku pergi meninggalkan aku dan seorang adikku. Kami berdua masih sangat kecil waktu itu. Ayahku adalah orang yang temperamen dan suka mabuk, makanya hampir setiap hari kami mengalami kekerasan darinya. Ketika dia pulang dengan keadaan mabuk, kami selalu kena pukulannya."
"Tapi, kenapa kalian tidak tinggal dengan ibu kalian saja?",
"Ayah ku mempertahankan kami berdua, hingga ke pengadilan. Ayah ku akhirnya mendapatkan hak asuh penuh. Dia mungkin berpikir, dengan kami ada disisinya, maka ibuku akan datang dan mau kembali bersama ayahku.", ucap Grace kemudian meminum kopi yang sudah mulai dingin di meja itu.
"Hingga suatu saat, adikku meninggal karena sudah tidak tahan dengan penyiksaan manusia kejam itu", setitik air turun dari pipinya, dan kemudian berubah menjadi linangan air mata. "Aku juga pernah berpikiran untuk pergi bersama adikku, karena tidak tahan dengan kehidupan yang seperti Neraka itu. Tapi aku tidak melakukannya, aku bermimpi bertemu dengan adikku. Dengan pakaian yang begitu putih dan senyuman indah dari wajahnya dia berkata agar aku terus menjalani kehidupan dengan baik. Lalu aki memutuskan untuk menjalani hidupku sendiri, tanpa ingin mempercayai siapapun. Apalagi seorang pria. Hingga aku bertemu denganmu, aku tidak tahu, kenapa aku bisa langsung begitu akrab, padahal kita baru bertemu beberapa hari".
Kevin memberikan tisu agar dia menyeka air matanya. Lalu mereka berpisah, Kevin kembali membantu ayahnya dan Grace yang pulang entah dimana rumahnya.
Malam itu, Kevin terus memikirkan ucapan Grace. Kevin yang dilahirkan dari keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang tidak akan menyangka bahwa diluar sana ada anak seperti Grace yang berjuang sendiri tanpa ada siapapun disisinya, bahkan untuk memberikan semangat.
Kevin teringat juga dengan nasehat yang selalu di katakana ibunya. "Dunia ini penuh dengan kejahatan nak, tapi itu tidak salah. Karena kita bebas memilih, mau menjadi baik atau mengikuti yang jahat. Tapi, ibu mau kalian dan kita berjalan di kebaikan itu. Cari orang-orang baik dimanapun kalian berada, kalau kalian tidak menemukannya, maka jadilah orang baik itu."
Malam berganti pagi, dan pagi berganti malam lagi. Pertemuan Kevin dan Grace semakin hangat. Dan tinggal beberapa minggu lagi untuk Kevin kembali ke amerika untuk kuliah.
"Grace, nanti malam kamu bisa datang kerumah saya ya?", tanya Kevin dengan penuh harap.
Grace yang mendengar begitu bahagia. Namun, ada rasa takut dihatinya. Kevin menggengam tangan Grace dan meyakinkan dia. "it's okay, everything gonna be alright, i promise".
Malam natal pun tiba, semua keluarga besar Kevin berkumpul untuk merayakan kehangatan malam natal tersebut. Semua sanak keluarga Kevin yang datang tampak bahagia, ditambah kehadiran Grace yang sangat disambut baik oleh ibunya.
"Cantik sekali pacarmu ini Kevin, ibu jadi iri sama dia", seketika wajah Grace memerah begitu juga dengan Kevin. "Mah.. dia itu teman Kevin. Please jangan bilang yang enggak-enggak ya ma..", Kevin memberi penyangkalan dengan gaya menggoda ibunya.
Grace kembali tersenyum, melihat Kevin yang selama ini dia kenal pendiam namun hangat, ternyata bisa bersikap manja di depan ibunya.
Acara puncakpun dimulai, Ibu kevin sebagai MC menantang agar setiap orang mencari pasangan dan berdansa sampai musik selesai dimainkan. Kevin dan Grace tampak malu-malu untuk menjadi pasangan, tapi ibunya mengetahui itu dan dengan sengaja ibunya yang menentukan sendiri pasangan-pasangan yang akan bertanding. Dan benar saja, Grace dan Kevin disatukan menjadi pasangan.
Ditengah alunan musik dan keramaian orang dalam ruangan itu, Kevin tampak berada pada dunia lain, berada pada dunia yang Grace buat untuknya. Pandangannya tidak lepas dari Grace, begitu juga Grace, kekhawatirannya berada pada titik yang hampir tidak dirasakannya lagi.
Kevin memeluk Grace dengan erat mengikuti alunan lagu klasik yang romantis. "I Love you". Grace terdiam, sekujur tubuhnya tersentak terkejut tak mampu menahan gejolak bahagia atau sedih dalam hatinya. Kevin tahu itu, dia kembali merangkul Grace.
"Saya janji akan menjaga kamu, mungkin saya tidak mampu sekarang, tapi kamu bisa melihat bagaimana keluargaku menyambutmu. Tolong jangan merasa rendah pada dirimu sendiri. Semua orang berhak untuk bahagia dan mendapatkan kebahagiaannya sendiri. Aku ingin kamu juga tau bagaimana bahagia, dikelilingi dengan keluarga yang hangat, dan kasih sayang. Tapi, aku tidak berhak memaksamu, kamu bebas menentukannya sendiri. Tapi ingatlah, kamu akan menjadi cinta pertama yang indah buat saya".
Seketika, musik berganti menjadi romantis, Kevin berlutut dan mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya.
Hanya air mata yang saat itu bisa Grace tunjukkan, sekuat apapun dia membendung, tapi tetesan air mata itu tetap keluar, layaknya mata air yang muncul dari sela-sela matanya. Kevin meraih jari-jari Grace dan memasangkan cincin itu tepat di jari manis sang kekasih.
Grace tidak sanggup untuk menolak, dan ia juga tidak sanggup untuk sekedar mengatakan "iya" atau "mau".
Ketika cincin itu sampai di jari manis Grace, Kevin kembali memeluknya dan mengatakan. "Ini adalah takdir dan bukti penantianmu selama ini".
Terimakasih sudah membaca!!
Hai, aku Yesaya. Penulis artikel di Blog ini. Aku senang kalian membaca artikel ini dan berharap mendapatkan sesuatu dari sini. Aku dulu pernah membaca sebuah kutipan seperti ini "Buku adalah jendela dunia, dan tulisan adalah dunianya". Dengan membaca, kita tidak hanya melihat dunia luar, tapi sebuah dunia yang penuh imajinasi, intelektual, rasa, dan emosi.
Disini aku menulis tentang hal hal yang ingin aku sampaikan kepada diriku sendiri. Yang dirangkai dengan kata-kata seindah dan sebagus yang aku pikirkan. Yang kemudian untuk aku bisa membaca dan pikirkan lagi.
Juga, kalian bisa memberikan dukungan untukku untuk mengembangkan blog ini agar lebih baik lagi. Mungkin langkah selanjutnya adalah memberikan domain yang cocok untuk blog ini, agar lebih mudah ditemukan.